Kamis, 21 November 2013

TRADISI SEJARAH PADA MASYARAKAT YANG SUDAH MENGENAL TULISAN



TRADISI SEJARAH PADA MASYARAKAT YANG SUDAH MENGENAL TULISAN

A.     Tradisi Sejarah Di Berbagai Daerah Di Indonesia

Tradisi sebagai salah satu bagian dari kehidupan budaya masyarakat dapat mengalami perubahan. Salah satu faktor terjadinya perubahan kebudayaan tersebut adalah adanya konta-kontak dengan kebudayaan luar. Menurut Roger M. Everett (1963), unsur-unsur kebudayaan luar (asing) yang biasanya mudah diterima oleh kebudayaan lainnya adalah unsur-unsur kebudayaan yang memiliki unsur sebagai berikut.
1.       Unsur kebudayaan yang konkret berupa benda.
2.       Unsur kebudayaan yang memiliki kegunaan bagi masyarakat.
3.       Unsur kebudayaan yang dapat disesuaikan dengan susunan dalam masyarakat atau unsur yang tidak mengganggu keamanan masyarakat.
Masuknya unsur-unsur budaya asing ke Indonesia juga menyebabkan terjadinya proses perubahan serta pergeseran-pergeseran dalam masyarakat setempat. Contoh unsur budaya asing yang banyak memengaruhi tradisi kebudayaan masyarakat Indonesia adalah kebudayaan Hindu-budha. Selain pada batu prasasti, media yang digunakan untuk menulis adalah daun lontar (kropak), lempengan perunggu, lempengan emas, lempengan perak, nipah, bamboo, kulit pohon, kayu, kain, dan kertas. Selanjutnya, tradisi tulis berkembang di luar istana dan di dalam istana.

1.       Tradisi Tulis di Dalam Istana

Pada zaman sejarah, bahasa tulisan menjadi alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pada awalnya, tradisi tulisan berkembang di lingkungan istana untuk mencatat peristiwa-peristiwa penting dalam kerajaan, surat-menyurat kerjaan, peraturan, dan perintah raja serta penulisan karya sastra. Contoh peninggalan sejarah sebagai bukti mulai munculnya tradisi tulisan di istana adalah prasasti atau inskripsi dan karya sastra.

A.      PRASASTI
Prasasti adalah tulisan yang dipahatkan pada batu berisi catatan suatu peristiwa penting kerajaan. Prasasti yang di temukan di indonesia, umumnya menggunakan berbagai bahasa, antara lain sebagai berikut.

1.       Bahasa Sansekerta
Bahasa ini, umumnya di gunakan oleh kerajaan indonesia sekitar abad ke-4 sampai dengan abad 9. contohnya, prasasti ciaruteun, prasasti jambu, prasasti kebon kopi, dan lain-lain.

2.       Bahasa Jawa Kuno
Di pakai pada abad ke-9 misalnya,  pada Prasasti Kedu (907 M) atau Prasasti Mantyasih peninggalan kerajaan Mataram kuno.

3.       Bahasa Melayu Kuno
Bahasa ini menggunakan bahasa melayu kuno di jumpai di daerah sumatra. Contohnya, Prasasti Kedukaan Bukit, Prasasti Talang Tuo.

4.       Bahasa Bali Kuno
Prasasti ini menggunakan bahasa bali kuno. Contohnya, Prasasti Julah dan Prasasti ugrasena.

B.      KARYA SASTRA
Sebelum di temukan kertas, masyarakat zaman kuno telah terbiasa menuliskan catatan penting atau karya sastra mereka pada daun lontar atau kropak yang tidak tahan lama atau cepat rusak. Di kerajaan hindu-buddha di jawa tengah, naskah karya sastra yang ditulis pada daun lontar disebut kesusastraan parwa. Contohnya, kitab hariwangsah, sutasoma, dan lain-lain.

2.       Tradisi Tulis di Luar Istana

Tradisi tulis naskah rakyat tersebut sebagian besar berkembang di daerah yang tidak berada di bawah kekuasaan kerjaan. Naskah-naskah kuno tersebut berisi ajaran keagamaan, filsafat, kesusastraan, puisi, drama, sejarah dan perkembangan hukum. Meskipun di beberapa daerah tradisi naskah tradisional telah punah, namun tradisi itu tetap dilestarikan di Bali dan Sulawesi Selatan hingga saat ini. Berikut berbagai tradisi tulis di berbagai daerah di Indonesia.

A.      Tradisi Tulis di Bali
Tradisi tulis tertua di Bali bersumber dari tradisi tulis istana dan prasasti batu serta lempeng tembaga. Mulai abad ke-16 di ciptakan berbagai naskah bertema keindahan alam, persatuan dengan dewa, perbintangan, pengobatan, penanggalan, silsilah, mantra, syair, dan kisah-kisah keagaaman. Kisah-kisah tersebut di tulis dalam bentuk kidung (nyanyian), geguritan (puisi), dan parikan (pantun)

B.      Tradisi Tulis di Sumatra Selatan
Naskah di Sumatra Selatan di tulis di atas kulit kayu, bambu, batang rotan, lempeng tembaga, kertas, dan tanduk kerbau. Huruf yang dipakai pada tradisi tulis di Sumatra Selatan adalah aksara kerinci, aksara rencong Rejang, dan aksara Lampung.
Menurut Petrus Vooreve, huruf Sumatra Selatan di pengaruhi oleh aksara Jawa. Namun, huruf Jawa tersebut sudah disesuaikan dengan media penulisan naskah.

C.      Tradisi Tulis di Jawa Barat
Naskah di Jawa Barat di tulis di atas daun palem, bambu, dan kertas. Huruf yang dipakai pada tradisi tulis di Sunda adalah aksara Sunda kuno, aksara Sunda Jawa(cacarakan), Arab gundul, dan Aksara latin.
Pada abad ke-19, mulai ditulis berbagai cerita rakyat tradisional. Hal itu didorong oleh kebijakan pemerintah Belanda untuk memelihara tulis Sunda. Caranya dengan penggunaan bahasa Sunda menjadi bahasa tulisan. Beberapa cerita rakyat yang ditulis dalam bentuk naskah adalah manggung kusuma, mundinglayadi kusuma, ciung wanara, dll

D.      Tradisi Tulis di Sulawesi Selatan
Tradisi tulis naskah berkembang dengan pesat di Sulawesi Selatan setelah adanya budaya tulis. Misalnya, di kalangan suku Mandar, Bugis, dan Makassar.
Menurut Robert Wilson, I La Galigo dianggap sebagai kesustraan terbaik di dunia. Naskah epos kepahlawanan setebal 6.000 halaman tersebut berisi kisah di Kerajaan Luwu pada masa praislam.

B.      Perkembangan Penulisan Sejarah di Indonesia

Penulisan sejarah merupakan puncak dari suatu penelitian sejarah. Hasil penulisan sejara di sebut historiografi. Berkembangnya tradisi tulis-menulis, berdampak kebiasaan untuk menuliskan sebuah kisah, peristiwa, atau kejadian penting yang di alami oleh  seseorang, sekelompok orang, bangsa, atau suatu Negara. Penulisan sejarah Indonesia mengalami beberapa kali perode perkembangan. Setiap periodisasi perkembangan penulisan sejarah, selalu memiliki ciri-ciri atau karakter tersendiri yang dapat membedakannya dengan periodisasi perkembangan penulisan sejarah yang lainnya. Periodisasi perkembangan penulisan sejarah, antara lain.

1.       Historiografi Tradisional
Penulisan sejarah tradisional adalah penulisan sejarah yang lebih mengedepankan unsur keturunan (geneologi), tetapi mempunyai kelemahan dalam struktur kronologi dan unsur biografi.  Historiografi masa tradisional berkembang pada masa Hindu-Buddha dan Islam.

A.      Zaman Hindu-Buddha
Tradisi tulis pada masa Hindu-Buddha berkembang dengan pesat sehingga tercipta 1000 buah naskah di seluruh Nusantara. Berdasarkan isinya, bentuk-bentuk kesusastraan pada masa Hindu-Buddha tersebut terdiri atas tutur, (kitab keagamaan), castra(kitab hukum), wiracarita (cerita kepahlawanan), dan kitab-kitab cerita yang berisi ajaran keagamaan, sejarah dan moral.

B.      Zaman Islam
Pada zaman islam, tradisi penulisan sejarah terus berlanjut. Tema-temanya sebagian ada yang disesuaikan dengan kebudayaan islam, sedangkan sebagian lainnya merupakan hasil ciptaan baru. Adapun jenis-jenis penulisan sejarah zaman islam meliputi hikayat dan babad.
1)      Hikayat adalah karya sastra tradisional berisi cerita sejarah atau cerita roman yang dibaca sebagai pelipur lara, pembangkit semangat juang, dan untuk meramaikan pesta. Kisah sejarah berbentuk hikayat adalah Sejarah Negeri Kedah, Hikayat Aceh, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu (sullalatussalatin), Hikayat Hasanuddin, Sejarah Raja-Raja Riau, dan Tuhfat al Nafis.
2)      Babad adalah cerita sejarah tradisional di kalangan masyarakat Jawa. Babad di tulis oleh pujangga keratin untuk memperkuat legitimasi sejarah raja yang berkuasa. Cerita babad berisi riwayat hidup raja, silsilah raja sebagai pusat kekuasaan dan pusat dunia, hubungan raja dengan dinasti-dinasti sebelumnya atau dengan para nabi dan dewa-dewa. Misalnya, Babad Tanah Jawi, Babad giyanti, dan Babad Pasundan. Oleh karena itu, cerita babad mengandung hal-hal yang irasional dan mencampuradukkan antara mitos dan realitas.

C.      Ciri-ciri Historiografi Tradisional

Karena di tulis oleh pujangga kerajaan maka historiografi tradisional hanya merekam kehidupan kalangan istana dalam bentuk hikayat, kronik, dan syair sejarah. Ciri-ciri historiografi tradisional, antara lain sebagai berikut.
1)      Bersifat Istanasentris, Religiomagis dan Regiosentris
Istanasentris artinya kisah sejarah tradisional hanya berisi kehidupan raja atau keluarga kerajaan yang berdiam di istana. Religiomagis artinya kisah sejarah tradisonal selalu dihubungkan dengan kepercayaan mengenai hal-hal yang bersifat gaib. Regiosentris artinya historiografi tradisional menyajikan kisah sejarah mengenai pengalaman kolektif suatu kelompok masyarakat pada masa lalu.

2)      Memperkuat Legitimasi Penguasa
Di dalam kisah historiografi tradisional,  para pujangga istana menyusun silsilah yang menghubungkan raja dengan dinasti-dinasti sebelumnya atau dengan para nabi dan dewa. Misalnya, dalam Hikayat  Melayu, raja-raja Melayu selalu dikaitkan dengan Raja Iskandar Zulkarnain yang turun di Bukit Siguntang

2.       Historiografi Kolonial
Historiografi kolonial adalah penulisan sejarah yang berkaitan dengan aspek penjajahan Belanda di Indonesia. Historiografi kolonial sering dikatakan bersifat Eropasentris atau Nerlandosentris. Nerlandosentris artinya berpusat pada kehidupan atau aktifitas penjajahan bangsa kulit putih, khususnya bangsa Belanda di Indonesia. Penulis historiografi kolonial adalah orang-orang Belanda, baik yang pernah datang ke Indonesia maupun yang tidak pernah datang ke Indonesia.
Contoh karya sejarah kolonial yang ditulis sejak tahun 1600 adalah reizen (kisah perjalanan) yang ditulis oleh Nicholauss de Graff, Cornelis de Bruijn, Rijklofs van Goens, dan Valentijn. Salah satu penyebab banyaknya penulisan kisah perjalanan adalah para penulis tersebut mengikuti kegiatan pelayaran dan kolonisasi di tanah jajahan. Salah satu karya historiografi awal kolonial adalah catatan-catatan perjalanan Nicholaus de Graff dalam jurnal Oost Indische Spigle.
Pada umumnya penulis-penulis Belanda tersebut kurang memperhatikan sumber-sumber lokal yang ada di Indonesia. Salah satu contoh Historiografi kolonial  adalah buku sejarah karangan J.J. Meinsma, yang berjudul Geschiedenis van Nederlandsch Oost Indische Bezettingen (Sejarah Hindia Belanda dan Daerah Sekitarnya). 

3.       Historiografi Nasional
Historiografi Nasional adalah penulisan sejarah yang bersifat Indonesiasentris. Indonesiasentris artinya penulisan sejarah yang membahas peranan Bangsa Indonesia dalam peristiwa sejarah. Penyusunan sejarah Nasional tentu akan lebih mementingkan unsur konsensus, seperti persatuan, integrasi, dan ketertiban masyarakat.
Pada seminar sejarah pertama di Yogyakarta pada tahun 1957, muncul pemikiran perlunya Nasionalisasi atau pribumisasi Hitoriografi Indonesia. Pada seminar sejarah Nasional Indonesia yang kedua pada tahun 1970, muncul perdebatan mengenai peranan bangsa Indonesia dalam sejarah Indonesia. Dampak seminar sejarah Nasional Indonesia pertama dan kedua yang ingin menjadikan sejarah Nasional Indonesia lebih otonom juga terus berlanjut.
Untuk menindak lanjuti hasil seminar sejarah Nasional yang kedua, dan dikuatkan lagi pada seminar sejarah Nasional yang ketiga tahun 1981 di Jakarta maka dilakukan upaya integrasi ilmu sejarah dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial.
Atas dasar kemajuan yang diperoleh dalam teori dan metodologi sejarah, sejarawan Indonesia yang dimotori oleh Sartono Kartodirjo, Marwati Djoned  Pusponegoro, dan Nugroho Notosusanto telah berhasil menyusun buku sejarah yang berjudul “Sejarah Nasional Indonesia”.
Beberapa contoh karya sejarah nasional adalah tulisan-tulisan sejarah yang berasal dari kalangan sejarawan akademisi yang merupakan hasil disertasi yang telah bershasil di terbitkan. Misalnya, buku-buku yang berasal dari disertasi T. Ibrahim Alfian yang berjudul “ Perang di Jalan Allah” dan terjemahan buku disertasi Sartono Katodirjo yang berjudul “Pemberontakan Petani di Banten 1888”.




1 komentar:

  1. makasih kakkk... smpah sdah dari td cari blog yang sesuai tp gak dapet bru dsni yang smuanya serba lengkap. thank you so much

    BalasHapus

Powered By Blogger
Tweet oleh @meldyok